Arti Kimia Kelautan (Oseanografi kimia)

Oseanografi Kimia

Salinitas Air Laut
Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas, kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya.Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas.Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah garam di laut (salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis.



Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam.

Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan klorida.

Salinitas ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah total dalam gram bahan-bahan terlarut dalam satu kilogram air laut jika semua karbonat dirubah menjadi oksida, semua bromida dan yodium dirubah menjadi klorida dan semua bahan-bahan organik dioksidasi. Selanjutnya hubungan antara salinitas dan klorida ditentukan melalui suatu rangkaian pengukuran dasar laboratorium berdasarkan pada sampel air laut di seluruh dunia dan dinyatakan sebagai:

S (o/oo) = 0.03 +1.805 Cl (o/oo) (1902)

Lambang o/oo (dibaca per mil) adalah bagian per seribu. Kandungan garam 3,5% sebanding dengan 35o/oo atau 35 gram garam di dalam satu kilogram air laut.

Persamaan tahun 1902 di atas akan memberikan harga salinitas sebesar 0,03o/oo jika klorinitas sama dengan nol dan hal ini sangat menarik perhatian dan menunjukkan adanya masalah dalam sampel air yang digunakan untuk pengukuran laboratorium. Oleh karena itu, pada tahun 1969 UNESCO memutuskan untuk mengulang kembali penentuan dasar hubungan antara klorinitas dan salinitas dan memperkenalkan definisi baru yang dikenal sebagai salinitas absolut dengan rumus:

S (o/oo) = 1.80655 Cl (o/oo) (1969)

Namun demikian, dari hasil pengulangan definisi ini ternyata didapatkan hasil yang sama dengan definisi sebelumnya.

Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk menentukan salinitas dari pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan dikembangkan. Sejak tahun 1978, didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical Salinity Scale (Skala Salinitas Praktis) dengan simbol S, sebagai rasio dari konduktivitas.

"Salinitas praktis dari suatu sampel air laut ditetapkan sebagai rasio dari konduktivitas listrik (K) sampel air laut pada temperatur 15oC dan tekanan satu standar atmosfer terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa KCl adalah 0,0324356 pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus dari definisi ini adalah:

S = 0.0080 - 0.1692 K1/2 + 25.3853 K + 14.0941 K3/2 - 7.0261 K2 + 2.7081 K5/2


Dari penggunaan definisi baru ini, dimana salinitas dinyatakan sebagai rasio, maka satuan o/oo tidak lagi berlaku, nilai 35o/oo berkaitan dengan nilai 35 dalam satuan praktis. Beberapa oseanografer menggunakan satuan "psu" dalam menuliskan harga salinitas, yang merupakan singkatan dari "practical salinity unit". Karena salinitas praktis adalah rasio, maka sebenarnya ia tidak memiliki satuan, jadi penggunaan satuan "psu" sebenarnya tidak mengandung makna apapun dan tidak diperlukan. Pada kebanyakan peralatan yang ada saat ini, pengukuran harga salinitas dilakukan berdasarkan pada hasil pengukuran konduktivitas.

Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5o - 40oLU atau 23,5o - 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan).

Referensi :

Tomczak, M, An Introduction to Physical Oceanography 
Talley, L, Properties of Seawater 
Prager, Ellen J, and Sylvia A. Earle, The Oceans, McGraw-Hill, 2000. 
Pickard and Emery, Descriptive Physical Oceanography
http://oseanografi.blogspot.com/2005/07/salinitas-air-laut.html


Oleh : Yogi Suardi



Arti Kimia Kelautan (Oseanografi kimia) Bagian ke 2

Oseanografi adalah bagian dari ilmu kebumian atau earth sciences yang mempelajari laut,samudra beserta isi dan apa yang berada di dalamnya hingga ke kerak samuderanya. Secara umum, oseanografi dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) bidang ilmu utama yaitu: geologi oseanografi yang mempelajari lantai samudera atau litosfer di bawah laut; fisika oseanografi yang mempelajari masalah-masalah fisis laut seperti arus, gelombang, pasang surut dan temperatur air laut; kimia oseanografi yang mempelajari masalah-masalah kimiawi di laut, dan yang terakhir biologi oseanografi yang mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan flora dan fauna atau biota di laut. Kimia Oseanografi : ilmu ini membahas reaksi kimia yang terjadi di dalam dan di dasar lautan dan juga menganalisa sifat- sifat kimia dari air laut.

Komposisi kimia air laut telah diteliti oleh seorang ahli oseanografi yang sangat terkenal, W. Dittmar pada tahun 1873. Peneliti ini menggunakan contoh air laut sebanyak 77 contoh yang diambil dari beberapa perairan di Samudera Pasifik, Hindia, dan Atlantik melalui suatu ekspedisi yang dilakukan oleh H.M.S. Challenger. Ia mendeterminasi tentang garam-garam, sulfat, magnesium, kalsium, dan kalium (potassium) dan jenis kimia lainnya dalam takaran garam per kilogram (ppm). Penelitian kandungan kimia yang ada di laut terus berlangsung sejak abad ke-18, dan hasil kajian terakhir yang diberitakan lewat buku yang dikeluarkan oleh The Open University dan buku Marine Chemistry, komposisi kimia yang terlarut di dalam air sebanyak 81 unsur.

Kimia yang terkandung di air laut ada yang merupakan unsur utama (mayor) , unsur tambahan (minor), dan unsur yang langka (trace). Kimia unsur utama adalah zat kimia yang melekat langsung dengan salinitas. Komposisi air laut yang konstan tetap dipertahankan karena kebanyakan unsur utama menunjukkan sifat konservatif, yaitu konsentrasi di air laut tidak mengalami perubahan yang berarti akibat reaksi biologi dan kimia di laut. Namun, secara umum di dalam air laut terdapat sejumlah unsur yang dominan (bagian mayoritas) dan unsur pelengkap(bagian minoritas). Salah satu unsur dominan komponen penyusun air laut adalah Klorin.

Ikatan kimia ini ditunjang oleh;

- Ikatan ionik, yaitu: ikatan 2 atom yang berlainan muatan yang diikat oleh gaya elektrostatik) (mis: H2O, NaCl, H2SO4, dll.)
- Ikatan kovalen, yaitu: ikatan penggabungan sesama atom dalam memperkuat pasangan elektron atau proton (mis: H2 dan O2).
Ikatan kovalen H2 ini dikenal sebagai ikatan hidrogen, dan molekul yang bergabung dalam ikatan ini disebut molekul bipolar. Dengan micro-spectro-elektromagnetik ikatan kovalen-bipolar H2 dapat diterka orbital atomnya terhadap Oksigen seperti Gambar berikut. Ikatan-ikatan Hidrogen dalam molekul H2¬O menyebabkan penggabungan dalam bentuk multiform molekul yang lebih dikenal sebagai polimerisasi (dengan sifat ini air dapat ber-dipolemoment yang berarti air mampu untuk berorientasi sendiri dalam medan listrik yang artinya posisi proton menghadap dan tertarik ke posisi neutron tanpa bantuan senyawa lain). Sifat ini pula menyebabkan air ber-dielektrik konstan yang artinya air mampu menetralkan medan listrik (bersifat netralisasi, pelarut universal, dan penyangga atau buffer terhadap keadaan ekstrim). Ikatan Hidrogen dalam molekul H2O dapat diatasi dengan agitasi termis (thermal agitation), hal ini karena air mempunyai titik beku dan titik didih yang lebih tinggi dari dari kebanyakan senyawa yang serupa air sendiri (sep: H2S, H2Se, H2Te).

• Derajat Keasaman (pH)

Menurut (Brotowidjoyo,1999) biasanya ph air laut itu 7,6-8,3 dan terutama mengandung ion HCO3-.Air lautan juga mengandung asam-asam lemah seperti asam karbon (H2CO3) dan asam boric (H3BO3) damn karena asam-asam itu berdissosiasi maka terjadilah kondisi bahwa air lautan itu sebagai buffer yang baik sekali yaitu bila kedalam larutan ditambahkan NaOH ,maka H2CO3 dan H3BO3 akan lebih terdissosiasi dan ph air lautan konstan sampai H2CO3 dan H3BO3 itu terpakai semua,bila kedalam air lautan ditambahakan asam keras seoerti H2SO4 maka akan terjadi proses kebalikannya dan ph tetap konstan yaitu 7,6-8,3.Fakta inilah yang menjamin berbagai jenis ikan laut dapat hidup.
Berdasarkan ph,perairan dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu asam dengan ph 3-6,9,netral antara 7-8,5 dan basa diatas 8,5.Denagn ph sebesar 8 di perairan)berarti terdapat organism dalam jumlah banyak karena organism /biota laut menyukai perairan dengan ph tersebut (Scribd,2009).

• DO (Oksigen terlarut)

Menurut (Brotowidjoyo,1999) kandungan oksigen air laut dalam kondisi normal tidak mengganggu ikan,sebab kandungan oksigen itu secara relative bervariasi dalam batas-batas yang sangat sempit.Hanya di lapisan-lapisan oksigen monomum di bawah termokllin tropis dan dalam rongga-rongga di laut Baltik yang yang kandungan oksigennya rendah kehidupan ikan terganggu.Pernafasan ikan dalam air itu adalah pengambilan O2 dari air dan pelepasan CO2 kedalam air.Pertukaran gas (O2 dan CO2) itu berlangsung dalam insang dan pada beberapa spesies ikan pernafasan berlangsung melalui kulit.

Menurut (Hutabarat,1985) di lapisan permukaan laut kosentrasi gas oksigen sangat bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh suhu,semakin tinggi suhu maka semakin berkurang tingkat kelarutan oksigen .Di laut,oksigen terlarut (DO) berasal dari dua sumber yakni dari atmosfer dan dari hasil fotosintesis fitoplankton dan berjenis tanaman laut.Keberadaan oksigen terlarut ini,memungkinkan untuk langsung dimanfaatkan kebanyakan organism untuk kehidupan antara lain pada proses respirasi dimana oksigen diperlukan untuk pembakaran (metabolosme) bahan organic sehingga terbentuk energy yang diikuti dengan pembentukan CO2 dan H2O.

Menurut (Zenyfapussy,2010) DO(dissolved oxygen) menunjukkan kandungan oksigen terlarut dalam air.Banyak sedikitnya kandungan oksigen dapat dipakai untuk menunjukkan banyak sedikitnya air.Angka DO yang kecil menunjukkan bahwa banyak pengotor atau bahan organic dalam air.Oksigen terlarut diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk proses pembakaran dalam tubuh.Oksigen terlarut juga sangat penting dalam mendeteksi adanya pencemaran lingkungan perairan.Karena oksigen dapat digunakan untuk melihat perubahan biota dalam perairan .Adapun kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu,tekanan partikel gas yang ada di udara dan di air.Semakin tinggi suhu,salinitas dan tekanan gas yang terlarut dalam air maka kandungan oksigen makin berkurang .Kandungan oksigen terlarutideal bagi biota di perairan adalah mencapai antara 4,0-10,5 mg/l pada lapisan permukaan dan 4,3-10,5 mg/l pada kedalaman 10 meter.

• Temperatur

Temperatur di lautan mempunyai peran yang penting bagi kehidupan organisme, karena dapat mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme. Suhu yang berada didekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi dari pada lepas pantai. Laut tropik memiliki massa air permukaan hangat yang disebabkan oleh adanya pemanasan yang terjadi secara terus-menerus sepanjang tahun. Temperatur di pengaruhi oleh radiasi matahari, posisi matahari, letak geografis, kondisi awan dan interaksi antara air dan udara (proses penguapan, hantaran radiasi panas, presipitasi dan hembusan angin). Presipitasi dapat menurunkan suhu permukaan laut sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu permukaan.
Pada suatu perairan yang distribusi temperaturnya secara vertikal akan menurunkan eksponensial ke bawah. Lapisan homogen di perairan cenderung disebabkan oleh angin ynag bertiup sehingga menimbulkan gerakan turbulen pada lapisan atas. Umumnya lapisan ini ditemukan pada kedalaman 50-200 m. Pada kedalaman dibawah lapisan homogen, terjadi penurunan temperatur yang drastis dengan bertambahnya kedalaman, dimana daerah ini disebut daerah termoklin. Lapisan di bawah termoklin memiliki kondisi yang hampir homogen dimana suhu berkurang secara perlahan-lahan ke arah dasar perairan. Pengukuran suhu permukaan biasanya digunakan termometer air raksa. Sedangkan untuk pengukuran temperatur pada kedalaman tertentu dapat menggunakan bathythermograph atau CTD.

• Salinitas Air Laut

Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas, kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya.Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah garam di laut (salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis.

Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam.
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan klorida.

Salinitas ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah total dalam gram bahan-bahan terlarut dalam satu kilogram air laut jika semua karbonat dirubah menjadi oksida, semua bromida dan yodium dirubah menjadi klorida dan semua bahan-bahan organik dioksidasi. Selanjutnya hubungan antara salinitas dan klorida ditentukan melalui suatu rangkaian pengukuran dasar laboratorium berdasarkan pada sampel air laut di seluruh dunia dan dinyatakan sebagai: S (o/oo) = 0.03 +1.805 Cl (o/oo) (1902); Lambang o/oo (dibaca per mil) adalah bagian per seribu. Kandungan garam 3,5% sebanding dengan 35o/oo atau 35 gram garam di dalam satu kilogram air laut.

Persamaan tahun 1902 di atas akan memberikan harga salinitas sebesar 0,03o/oo jika klorinitas sama dengan nol dan hal ini sangat menarik perhatian dan menunjukkan adanya masalah dalam sampel air yang digunakan untuk pengukuran laboratorium. Oleh karena itu, pada tahun 1969 UNESCO memutuskan untuk mengulang kembali penentuan dasar hubungan antara klorinitas dan salinitas dan memperkenalkan definisi baru yang dikenal sebagai salinitas absolut dengan rumus: S (o/oo) = 1.80655 Cl (o/oo) (1969).

Namun demikian, dari hasil pengulangan definisi ini ternyata didapatkan hasil yang sama dengan definisi sebelumnya. Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk menentukan salinitas dari pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan dikembangkan. Sejak tahun 1978, didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical Salinity Scale (Skala Salinitas Praktis) dengan simbol S, sebagai rasio dari konduktivitas.

Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5o - 40oLU atau 23,5o - 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan).

• Kimia Air Laut

Air di laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnya seperti garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Sifat-sifat fisis utama air laut ditentukan oleh 96,5% air murni. Unsur kimia yang tergabung dalam larutan air laut yaitu khlor (Cl) 55%, Natrium (Na) 31%, kemudian Magnesium (Mg), Kalsium (Ca), Belerang (S), dan Kalium (K). dismping itu dalam jumlah kecil terdapat juga Bromiun (Br), Karbon (C), Strontium (Sr), Barium (Ba), Silikon (Si), dan Florium (F). air laut juga mnegandung larutan berbagai gas seperti Oksigen (O2) dan gas asam arang (CO2) yang merupakan kebutuhan vital bagi kehidupan vegetasi dan hewan laut.

Ion klorida adalah salah satu anion organik utama yang ditemukan di perairan alami. Ion klorida ditemukan dalam jumlah besar, sedangkan ion halogen lainnya ditemukan dalam jumlah yang relatif sedikit. Klorin, Bromin, dan Iodin terkandung pada air laut dalam bentuk garam-garam halida dari natrium, magnesium, kalium, dan kalsium. Klorida biasanya terdapat dalam bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), Kalium klorida (KCl), dan Kalsium klorida (CaCl2). Garam halida yang paling banyak adalah NaCl. Klorida membentuk kebanyakan garam zat terlarut dalam lautan bumi, kira-kira 1.9% komposisi air laut adalah ion klorida. Larutan klorida dengan kepekatan lebih tinggi dijumpai di Laut Mati.

Kadar klorida bervariasi menurut iklim. Pada perairan yang di wilayah yang beriklim basah (humid), kadar klorida biasanya kurang dari 10 mg/liter; sedangkan pada perairan di wilayah semi-arid dan arid (kering), kadar klorida mencapai ratusan mg/liter. Keberadaan klorida pada perairan alami berkisar antara 2-20 mg/liter. Kadar klorida 250 mg/liter dapat mengakibatkan air menjad asin . Air laut mengandung klorida sekitar 19.300 mg/liter. Kadar klorida yang tinggi, misalnya pada air laut, yang diikuti oleh kadar kalsium dan magnesium yang juga tinggi dapat meningkatkan sifat korosivitas air. Perairan yang demikian mudah mengakibatkan terjadinya perkaratan peralatan yang terbuat dari logam.

Rasa asin pada air laut berasal dari garam. air laut terdiri atas 96% air dan 3% garam (Sodium Klorida), 1% berupa sejumlah mineral seperti kalsium dan magnesium. garam berasal dari batuan dan mineral yang dilarutkan oleh air hujan yang turun dan masuk kesungai yang akan membawa air dan garam kelaut. sejumlah garam juga bisa berasal dari gunung berapi dibawah laut. Lebih dari sepertiga garam yang digunakan didunia berasal dari laut. garam dikumpulkan melalui proses penguapan. dinegara beriklim panas orang membuat garam lebih banyak ditempat dangkal, yaitu dengan cara mengumpulkan garam disepanjang pesisir berlumpur yang ditampung dalam kolam kolam apabila pasang datang air laut akan tertampung dalam kolam tersebut, pada saat penyinaran matahari akan menyebabkan air menguap dan meninggalkan kristal-kristal garam.

Penyebaran salinitas secara horizontal :

1. Daerah Ekuator (tropik), temperatur tinggi, penguapan tinggi, curah hujan banyak maka salinitasnya rendah (34-35 permil).
2. Daerah lintang 20 derajat - 25 derajat LU/LS, penguapan tinggi, curah hujan kurang, maka salinitas tinggi (36-37 permil).
3. Daerah lintang sedang, penguapan kurang, kelembapan besar, maka salinitas rendah (33-35 permil).
4. Daerah kutub, temperatur rendah, penguapan kecil, adanya pencairan es, maka saliniasnya rendah (32-34 permil).
berikut beberapa contoh laut yang mempunyai salinitas yang berbeda, karena dipengaruhi oleh keadaan setempat dan lautnya tertutup :
1. laut merah, tidak terdapat sungai yang bermuara kelaut tersebut, curah huja relatif kecil, maka salinitasnya air lautnya tinggi (40-41 permil).
2. laut tengah, banyak air sungai dari laut hitam, kemudian masuk kelaut tengah, maka salinitasnya tidak terlalu tinggi (37-39 permil).
3. laut mati, terletak didaerah arit (kering), lautnya sempit, tidak berpelepasan, sehingga salinitasnya tinggi (250-400 permil).
4. laut hitam, penguapan kurang, banyak sungai yang bermuara, sehingga salinitasnya rendah (17-18 permil).
5. laut Baltik, penguapan kurang, banyak sungai yang bermuara, pencairan es/ salju maka salinitasnya rendah (3-4 permil).
penyebaran salinitas secara vertikal :
1. pada permukaan, terjadi penguapan baik karena angin atau karena perbedaan temperatur antara air dan udara (temperatur air lebih tinggi dari temperatur udara) atau karena kelembapan udara kecil maka salinitas permukaan biasanya besar.
2. makin kebawah, salinitas semakin kecil, karena temperaturnya makin rendah, pada kedalaman 800-1200 meter biasanya salinitas paling kecil.
3. lebih dari 1200 meter, salinitas naik sampai 34,9% karena tidak ada turbulensi lagi.
catatan : untuk daerah ekuator (tropik), salinitas terbesar bukan pada permukaan sebab banyak curah hujan, tetapi terdapat pada kedalaman 100-200 meter.



Sumber :

• http://abdul-kholik.tripod.com/laut2.htm
• http://www.ilmukelautan.com/oseanografi/kimia-oseanografi?start=2
• http://id.wikipedia.org/wiki/Oseanografi
• http://fika-star.blogspot.com/2011/03/klorin-sebagai-salah-satu-komponen-air_20.html
• http://duniaperikanan.wordpress.com/2009/10/15/dasar-oceanografi/
• http://laporanpraktikumoceanografi.blogspot.com/2011/02/laporan-praktikum-oceanografi.html
• http://novigeografi.blogspot.com/2011/03/bahan-kuliah-oseanografi.html





Rating: 5

0 komentar: